BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam pembicaraan ini nanti akan dicoba menerangkan pertumbuhan serta perkembangan demkrasi, yaitu mulai dari Demokrasi langsung, demokrasi kuno, yang mulai timbul dan berkembang sejak pada zaman Yunani Kuno, sampai pada perkembangannya mencapai demokrasi tidak langsung, demokrasi perwakilan, atau demokrasi modern. Ini terjadi sekitar abad ke XVII dan abad ke XVIII, maka dalam hal ini nanti akan erat hubungannya dengan ajaran-ajaran para sarjana hukum alam. Terutama ajaran Montesquieu, yakni ajaran tentang pemisahan kekuasaan, yang kemudian terkenal dengan nama Trias Politika, karena ajaran inilah yang justru akan menentukan tipe daripada demokrasi modern, dan ajaran Rousseau, yaitu ajaran kedaulatan rakyat, yang justru tidak dapat dipisahkan dengan demokrasi.
Sekarang kita akan membicarakan tentangtipe atau jenis-jenis demokrasi modern. Dan menurut pendapat yang umum penjenisan terhadap negara-negara demokrasi ini berdasarkan atas sifat hubungan antara badan legislatif dengan badan eksekutif. Dalam hal ini Kranenburg bermaksud meninjau bagaimanakah sifat kekuasaan penguasa itu. Sedangkan penjenisan yang akan dibicarakan di sini dimaksudkan untuk meninjau negara dari segi sistem pemerintahannya.
Hal tersebut di atas sebetulnya adalah mengenai masalah, bagaimanakah caranya untuk mengusahakan suatu tatanan, atau tata tertib dari organisasi itu, yaitu organisasi yang disebut negara, agar dapat tercegah adanya suatu pemerintahan yang kekuasaannya bersifat absolut. Untuk ini sistem pemerintahan yang manakah. Dan yang bagaimanakah yang harus diselenggarakan.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Demokrasi
2. Tipe-tipe demokrasi modern
C. Tujuan
Setelah selasai membaca makalah ini, di harapkan pembaca terutama mahasiswa FKIP UNLAM mampu mengidentifikasi permasalahan tentang apa itu demokrasi modern dan tipe-tipe demokrasi modern.
D. Manfaat
Dari penulisan makalah ini kami harapkan bisa membantu kita semua dalam ilmu negara dan bisa bermanfaat untuk kita semua, terutama bagi mahasiswa dalam memahami permasalahan negara demokrasi modern.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa yunani, demos yang berarti rakyat, dan cratein yang berarti memerintah. Bila di gabungkan maka berarti “rakyat yang memerintah” atau “pemerintahan rakayat”. Kata ini menjadi popular setelah di ucapkan negarawan sekaligus mantan presiden Amerika Serikat, Abrahan Lincoln yang mengatakan, “govermment is from the people, by the people, and for the people”, sehingga dapat di artikan bahwa demokrasi adalah pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dari sini dapat di tarik bahwa tekanan jenis pemerintahan ada pada kekuasaan pemerintahan dalam tiap-tiap negara. Bila kekuasaan pemerintahan negara itu berada di tangan rakyat, maka negara itu di sebut negara demokrasi di mana rakyat memegang kekuasaan atau kedaulatan.
Menurut Internasional Commision Of Jurist demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan dalam pemerintahan demokrasi adalah rakyat.
2. tipe-tipe demokrasi modern
a. Demokrasi, atau pemerintahan perwakilan rakyat yang representative, dengan system pemisahan kekuasaan secara tegas, atau system presidensiil. Sebagai contoh daripada system ini misalnya Amerika serikat.
Sebagaimana telah diutarakan di muka bahwa yang menjadi cirri, atau criteria daripada penggolongan atau klasifkasi tipe-tipe demokrasi modern ini adalah sifat hubungan antara badan-badan, atau organ-organ yang memegang kekuasaan daripada Negara tersebut, terutama bagaimanakah sifat hubungan antara badan legislative, yaitu badan yang memegang kekuasaan perundang-undangan, ini biasanya adalah badan perwakilan rakyat, ingat system trias politica, dengan badan eksekutif, yaitu badan yang memegang kekuasaan pemerintahan, atau badan yang melaksanakan peraturan-peraturan Negara, atau disebut juga pemerintah.
Di dalam system ini sifat hubungan antara kedua badan tersebut dapat dikatakan tidak ada, jadi secara prinsipil bebas. Di sini orang menduga bahwa stelsel atau system inilah yang dikehendaki oleh Montesquieu.quieu.
Pemisahan antara kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislative disini diartikan bahwa kekuasaan eksekutif itu dipegang oleh suatu basdan atau organ yang didalam menjalankan tugas eksekutifnya itu tidak bertanggungjawab kepada badan perwakilan rakyat. Badan perwakilan rakyat ini menurut idea Trias Politica Montesquieu memegang kekuasaan legislative, jadi bertugas membuat dan menentukan peraturan-peraturan hokum. Dengan demikian sebagai juga halnya dengan anggota-anggota badan perwakilan rakyat, pimpinan daripada badan eksekutif ini diserahkan kepada seseorang yang didalam hal pertanggungan jawabnya sifatnya sama dengan badan perwakilan rakyat, yaitu bertanggung jawab langsung kepada rakyat, jadi tidak usah melalui badan perwakilan rakyat. Jadi dengan demikian kedudukan badan eksekutif adalah bebas dari badan perwakilan rakyat.
Susunan daripada badan eksekutif terdiri daripada seorang presiden, sebagai kepala pemerintahan, dan didampingi atau dibantu oleh seorang wakil presiden. Para menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
Jadi para menteri itu tidak mempunyai hubungan keluar, dimaksudkan hubungan pertanggungan jawab dengan badan perwakilan rakyat. Yang bertanggung jawab pelaksanaan tugas yang diberikan kepada mereka oleh kepla Negara, adalah kepala Negara sendiri. Sedangkan kepala Negara ini pun tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat, atas kebiksanaan penyelesaian daripada tugas-tugasnya. Maka mengingat akan kedudukan para menteri ini, yang hanya merupakan pembantu daripada presiden, dan di mana presiden itu nyata-nyata merupakan pimpinan daripada badan eksekutif, stelsel atau system yang demikian ini disebut stelsel atau system presidensiil.
b. demokrasi, atau pemerintahan perwakilan rakyat yang representative, dengan system pemisahan kekuasaan, tetapi di antara badan-badan yang diserahi kekuasaan itu, terutama antara badan legislative dengan badan eksekutif, ada hubungan yang bersifat timbale balik, dapat saling mempengaruhi, atau system parlementer.
Didalam system ini ada hubungan yang erat antara badan eksekutif denagn badan legislative, atau parlemen, badan perwakilan rakyat. Tugas atau kekuasaan eksekutif di sini diserahkan kepada suatu badan yang disebut cabinet atau dewan menteri. Cabinet ini mempertanggungjawabkan kebijaksanaanya, terutama dalam lapangan pemerintahan kepada badan perwakilan rakyat, yang menurut ajaran trias politika Montesquieu diserahibtugas memegang kekuasaan perundang-undangan, atau kekuasaan legislative.
Oleh karena itu cabinet bertanggungjawab kepda badan perwakilan rakyat, maka sudh barang tentu pertanggungan jawab itu kebanyakan akan diterima baik oleh badan perwakilan rakyat, jika kebijaksanaan pada umumnya dari cabinet itu sesuai dengan yang dikehendaki oleh mayiritas di dalam badan perwakilan rakyat. Dan kebijaksanaan yang demikian itu pada umumnya dapat diharapkan akan mendapatkan penerimaan baik oleh mayoritas dalam badan perwakilan rakyat.
Jadi andaikata dalam badan perwakilan rakyat itu yang merupakan mayorita adalah orang-orang: A, B, C, maka tentu harus disusun suatu cabinet yang orang-orangnya dipilih dari ; A, B,C, sehingga kebijakan cabinet itu kalau dipertanggung-jawabkan di muka badan perwakilan rakyat akan dapat diterima dengan baik.
Untuk mencegah jangan sampai terjadi bahwa cabinet yang mengambil suatu keputusan(kebijaksanaan) dan kemudian tidak dapat diterima oleh badan perwakilan rakyat yang tidak representative, maka sebagai perimbangan daripada pertanggungan-jawab cabinet itu, yaitu yang berarti bahwa kalau kebijaksanaan cabinet tidak dapat diterima oleh badan perwakilan rakyat, cabinet, atau menteri yang bersangkutan harus mengundurkan diri, cabinet, dengan melalui kepala Negara, mempunyai kekuasaan untuk membubarkan badan perwakilan rakyat yang dianggap sudah tidak lagi bersifat representative.
Di sinilah letak intisari pengertian daripada stelsel parlementer, yaitu cabinet bertanggung-jawab kepada parlemen atau badan perwakilan rakyat, artinya kalau pertanggungan-jawab cabinet itu tidak dapat diterima baik oleh badan perwakilan rakyat, pertanggungan-jawab tadi adalah pertanggungan-jawab politis, maka badan perwakilan rakyat dapat menyatakan tidak percaya (mosi tidak percaya) terhadap kebijaksanaan cabinet dan sebagai akibat daripada pertanggungan-jawab plitis tadi, cabinet harus mengundurkan diri. Tetapi kalau ada keragu-raguan dari pihak cabinet, dan menganggap bahwa badan perwakilan rakyat itu tidak lagi bersifat representative, maka sebagai imbangan daripada kekuasaan badan perwakilan rakyat untuk membubarkn cabinet tadi, cabinet mempunyai kekuasaan untuk membubarkan badan perwakilan rakyat.
Kalau kita perhatikan stelsel parlementer ini lebih jauh lagi kita akan mendapatkan di dalam inti stelsel parlementer ini dua segi, yaitu :
1. segi positif, yaitu yang berarti bahwa para menteri harus diangkat oleh, atau sesuai dengan mayorita dalam badan perwakilan rakyat.
2. segi negative, yaitu yang berarti bahwa para menteri harus mengundurkan diri bila kebijaksanaannya tidak dapat disetujui atau didukung oleh mayorita badan perwakilan rakyat.
Didalam system parlementer ini, kepala Negara tidak merupakan pimpinan yang nyata daripada pemerintahan, atau cabinet. Jadi yang memikul segala pertanggungan-jawab adalah cabinet, termasuk juga di sini pertanggungan-jawab atas kebijaksanaan atau tindakan kepala Negara, artinya segala akibat daripada perbuatan-perbuatan itu dipikul oleh kabinet.
Tetapi oleh karena dalam kenyataannya bahwa bertanggung jawab atas keputusan-keputusan atau peraturan-peraturan itu adalah kabinet, materi yang bersangkutan, maka harus dapat dibuktikan bahwa di dalam keputusan-keputusan tau peraturan-peraturan itu ada persetujuan dari kabinet, atau salah seorang menteri yang bersangkutan, untuk menyatakan adanya persetujuan ini, maka anggota cabinet yang bersangkutan, atau menteri yang bersangkutan atau perdana menteri untuk atas nama seluruh anggota kabinetturut serta menandatangani keputusan atau peraturan itu. Turut serta penandatanganan yang demikian ini di sebut contrasign.
Dengan demikian maka yang bertanggung jawab atas keputusan-keputusan atau peraturan-peraturan itu adalah menteri yang bersangkutan, yaitu menteri yang turut serta menandatangani keputusan atau peraturan tadi. Maka di dalam system atau stelsel parlementer ini kepala Negara diberi kedudukan yang tidak dapat di ganggu gugat.
Inilah uraian secara singkat yang di sebut system parlementer, yang pernah juga di laksanakan di Negara Indonesia, yaitu ketika Negara Indonesia berada di bawah kekuasaan Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun 1949, dan juga ketika di bawah kekuasaan Undang-undang Dasar 1950. Juga di Negara-negara Eropa Barat. Sedangkan menurut sejarahnya, asal daripada stelselparlementer ini adalah Inggris, dan yang merupakan di puncak daripada perkembangan sejarah ketatanegaraan Inggris. Sedangkan kalau di Indonesia stelsel parlementer tersebut adalah merupakan titik tolak daripada perkembangan sejarah ketatanegaraannya.
Adapun sejarah perkembangan stelsel parlementer tersebut di Inggris dapatlah secara singkat dituturkan sebagai berikut:
Pertumbuhannya di Kerajaan Inggris itu di mulai denagn suatu adagium atau azas yang tersimpul di dalam kata-kata : The King Can Do Wrong. Yang artinya adalah Raja Tidak Pernah Berbuat Salah. Pengertian yang penting daripada adagium ini bukanlah oleh karena Raja tidak dapat berbuat salah lalu semua perbuatannya betul, tidak, tidaklah demikian, tetapi pengertiannya adalah Apabila ada perbuatan yang tidak betul itu bukanlah perbuatan Raja, oleh karena itu Raja tidak dapat berbuat salah. Jadi apabila ada perbuatan yang keliru meskipun perbuatan itu adalah perbuatan daripada Raja itu sendiri, bukanlah Raja yang harus bertanggung jawab, tetapi yang harus bertanggung jawab adalah cabinet, atau salah seorang menteri yang bersangkutan.
Dengan cara demikian maka akhirnya dapat tercapai suatu system pemerintahan, di mana yang harus bertanggung jawab itu adalah para menterinya. Yang berarti bahwa yang berhak menentukan kebijaksanaan pemerintahan pemerintahan itu bukan lagi Raja, tetapi para menterinya, atau kabinet.
Antara stelsel parlementer yang berasal dari Inggris dan kemudian di ikuti oleh negara-negara lainnya di Eropa Barat, dan yang kemudian juga di ikuti oleh negara Indonesia, ada perbadaan yang besar sekali. Suatu perbedaan yang sebenarnya tidak terletak di dalam azasnya, melainkan suatu perbedaan yang timbul karena keadaan, yaitu bahwa stelsel parlementer di Inggris itu bukanlah suatu improvisasi, bukam merupakan ciptaan dengan sengaja, yang ditentukan secara dogmatis, yaitu dengan menentukan peraturan-peraturannya terlebih dahulu, baru kemudian dilaksanakanya peraturan-peraturan tersebut, melainkan stelsel parlementer di Inggris adalah merupakan suatu hasil daripada perkembangan sejarah ketatanegaraannya. Perkembangan mana akhirnya mencapai suatu titik puncak di mana terdapat system pemerintahan yang demikian itu tadi.
Sedangkan stelsel parlementer di negara-negara lainnya, termasuk juga Indonesia, tidaklah demikian keadaanya, melainkan hasil perkembangan sejarah ketatanegaraan yang telah tercapai di Inggris itu, sebagai puncak daripada sejarah perkembangan system ketatanegaraan, dipergunakan oleh negara-negara lainnya sebagai suatu titik permulaan daripada sejarah perkembangan ketatanegaraannya, jadi tegasnya, stelsel parelemnter itu kalu di Inggris merupakan titik puncak daripada sejarah perkembanganketatanegaraannya, sedangkan kalau di negara-negara lainnya termasuk juga Indonesia, merupakan titik permulaan daripada sejarah perkembangan ketatanegaraannya.
c. Demokrasi, atau pemerintahan perwakilan rakyat yang representatif, dengan sistem pemisahan kekuasaan, dengan stelsel referendum, atau control secara langsung oleh rakyat.
Salah satu jalan lain untuk menghindarkan suatu pemerintahan yang bersifat absolute ialah system yang dipergunakan atau di laksanakan di Swiss, yaitu yang disebut dengan system referendum.
Kalau di dalam system peresidensial kedudukan badan eksekutif itu bebas dari badan legislatif, jadi tidak ada hubungannya, dan kalau di dalam system parlementer antara badan eksekutif dan badan legislatif itu terdapat hubungan yang bersifat timbale balik, maka adalah sangat berlainan keadaanya dengan pemerintahan yang mempergunakan system referendum ini.
Didalam system referendum, di Swiss, badan eksekutif disebut Bundesrat yang bersifat suatu dewan, merupakan bagian daripada badan legislatif, yang di sebut Bundesversammlung. Bundesversammlung ini terdiri dari Nationalrat dan Standerat. Nationalrat adalah merupakan badan perwakilan nasional, sedangkan Standerat adalah merupakan perwakilan daripada negara-negara bagian yang disebut kanton. Dengan demikian maka Bundesrat tidak dapat dibubarkan oleh Bundesversammlung, lagipula yang dimaksud dalam system ini bahwa, Bundesrat itu semata-mata hanya menjadi badan pelaksana saja daripada segala kehendak atau keputusan Bundesversammlung, dan untuk itu di antara anggota-anggota Bundesversammlung itu ditunjuk 7 orang, yang kemudian ketujuh orang ini merupakan suatu badan yang bertugas melaksanakan administrative keputusa-keputusan daripada Bundesversammlung. Jadi anggota-anggota Bundesrat itu di ambil dari sebagian anggota-anggota Bundesversammlung.
Meskipun juga ada anggota-anggota Bundesrat yang di anggkat dari luar Bundesversammlung, tetapi setelah ia menjadi anggota Bundesrat, dengan sendirinya ia menjadi pula anggota Bundesversammlung. Jadi dengan demikian Bundesrat tetap merupakan bagian daripada Bundesversammlung. Karena itu sama sekali tidak ada persoalan tentang ada, atau tidaknya kata sepakat antara Bundesrat dengan Bundesversammlung, atau kata sepakat antara badan eksekutif dengan badan legislatif. Pula, di sini tidak ada ketentuan tentang pembagian pekerjaan, karena memang yang dimaksud di dalam system ini adalah bahwa, segala sesuatu itu diputuskan oleh Bundersammlung, dan kemudian pelaksanaanya diserahkan kepada Bundesrat.
Maka melihat keduudkan Bundesrat yang merupakan badan pelaksana saja daripada segala apa yang telah menjadi putusan Bundesversammlung, kita lebih cendung menyebut system yang dilaksanakan di swiss itu dengan istilah system badan pekerja.
Kalu misalnya di dalam system ini Bundesrat itu menjalankan kebijaksanaan yang menurut Bundesversammlung tidak sesuai dengan yang di kehendaki oleh Bundesversammlung, maka Bundesrat tidak mempunyai kebebasan lagi untuk meneruskan apa yang menjadi kehendaknya, atau lalu sama sekali tidak mau bekerja, melainkan Bundesrat harus merubah sikapnya yang harus menjalankan apa yang di kehendaki oleh Bundesversammlung. Jadi harus lalu membatalkan maksud mereka semula dalam menyesuaikan tindakannya itu dengan kehendak Bundesversammlung.
Diantara anggota-anggota Bundesrat itu tidak ada yang ditunjuk sebagai pemimpin daripada Bundesrat tersebut. Jadi tidak ada seseorang yang, - sebagai halnya di dalam system presidensil -, mempunyai kedudukan sebagai presiden, yang memimpin badan eksekutif itu. Memang betul bahwa diantara anggota-anggota bundesrat itu ada yang di tunjuk untuk selama masa satu tahun untuk menjalankan tugas-tugas negara atau pekerjaan yang lain-lain negara biasanya di jalankan oleh kepala negara atau presiden. Tetapi ini tidak berate bahwa penunjukan itu membawa kedudukan atau hak-hak istimewa baginya, yang berbeda dengan anggota Bundesrat lainnya. Sebab kedudukannya tidak lebih hanyalah mengepalai, dalam arti mengkoordinir anggota-anggota Bndesrat itu. Jadi tidak merupakan kedudukan yang khusus.
Pengankatan utnuk menjadi anggota Bundesrat itu selama masa tiga tahun, dan selama masa jabatan itu mereka tidak dapat dihentikan, dan sehabis masa jabatannya itu mereka dapat di pilih kembali; dan untuk ini, untuk dapat di angkat menjadi anggota Bundesrat lagi, mereka harus mempunyai keahlian, baik keahlian politis maupun keahlian dalam menjalankan tugas pekerjaannya.
Tadi di atas dikataka bahwa Bundesrat itu hanya melaksanakan saja apa yang telah menjadi putusan daripada Bundesversammlung. Apakah dengan demikian lalu kedudukan Bundesversammlung itu bebas sama sekali ? Kiranya tidaklah demikian halnya. Sebab di Swiss itu di dapatkan suatu lembaga kenegaraan yang di sebut referendum, yaitu suatu pemungutan suara secara langsung dari rakyat, yang mengontrol tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan daripada Bundesversammlung. Ada dua macam referendum, yaitu:
1. Referendum obligator, atau referendum wajib.
2. Referendum fakultatif, atau referendum yang tidak wajib.
Maurice Duverger menyebutkan system di Swiss ini dengan istilah demokrasi semi langsung.
Menurut Kranenburg(83) bahwa sebab-sebab terdapatnya perbedaan tipe daripada demokrasi modern terletak dalam riwayat politik daripada negara-negara yang bersangkutan. Sistem parlementer itulah perubahan hebat untuk negara monarki di bawah pengaruh azas pertanggungan jawab menteri. Dengan demikian tugas monark atau raja telah diganti sifatnya dengan tidak ada perubahan di luar, yakni menjadi tugas yang menjamin dan membimbing berjalanya system secara teratur, oleh karena ia pertama-tama sebagai lat berdiri di atas partai-partai dan sesudah pemilihan menjamin pemerintahan kepada partai-partai atau kepada kombinasi partai-partai yang ternyata telah mendapat suara terbanyak. Tugas ini sangat penting; kehidupan tak terganggu konstitusionil seluruhnya akhirnya tergantung kepada di selenggarakannya dengan baik tugas ini.
Tugas itu menghendaki pengetahuan bulat tentang hubungan-hubungan politik dan aliran-aliran politik pada penduduk, kecakapan membuat putusan, kenal betul akan orang-orang dan jagan dilupakan pula kebesaran hati, oleh karenanya di butuhkan sekali keadilan yang tepat dalam meninjau hak-hak pelbagai golongan. Selanjutnya tugas alat juga menstabilisir, oleh karena menteri-menteri selalu dapat dipaksa untuk membela tindakan-tindakan mereka terhadap organ yang terdiri di atas partai oleh karena jabatab, pendidikan, adat dan biasanya seorang pembesar yang tinggi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. kesimpulan
a. demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa yunani, demos yang berarti rakyat, dan cratein yang berarti memerintah. Bila di gabungkan maka berarti “rakyat yang memerintah” atau “pemerintahan rakayat”. Kata ini menjadi popular setelah di ucapkan negarawan sekaligus mantan presiden Amerika Serikat, Abrahan Lincoln yang mengatakan, “govermment is from the people, by the people, and for the people”, sehingga dapat di artikan bahwa demokrasi adalah pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dari sini dapat di tarik bahwa tekanan jenis pemerintahan ada pada kekuasaan pemerintahan dalam tiap-tiap negara. Bila kekuasaan pemerintahan negara itu berada di tangan rakyat, maka negara itu di sebut negara demokrasi di mana rakyat memegang kekuasaan atau kedaulatan.
Menurut Internasional Commision Of Jurist demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan dalam pemerintahan demokrasi adalah rakyat.
b. tipe-tipe demokrasi modern
a. Demokrasi, atau pemerintahan perwakilan rakyat yang representative, dengan system pemisahan kekuasaan secara tegas, atau system presidensiil. Sebagai contoh daripada system ini misalnya Amerika serikat.
b. demokrasi, atau pemerintahan perwakilan rakyat yang representative, dengan system pemisahan kekuasaan, tetapi di antara badan-badan yang diserahi kekuasaan itu, terutama antara badan legislative dengan badan eksekutif, ada hubungan yang bersifat timbale balik, dapat saling mempengaruhi, atau system parlementer.
B. Saran
Hendaknya melalui makalah ini kita dapat memahami dan menjelaskan tentang arti dari “demokrasi dan tipe-tipe”. Makalah yang kami susun ini masih banyak mengalami kekurangan , baik dari segi pengambilan materi, menyusun materi maupun dari segi penulisnya, jadi kiranya dapat memberikan hal-hal positif bagi kesempurnaan makalah ini yang berjudul Negara demokrasi modern.
DAFTAR PUSTAKA
Soehino, 2005. Ilmu Negara, Yogyakarta: LIBERITY TOGYAKARTA
Pakpahan, Mochtar, 2010. Ilmu Negara dan politik, Jakarta: PT Bumi Intitama Sejahtera
Budiardjo, Mariam, 2008. Dasar-dasar ilmu politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar